Kamis, 18 Desember 2014

Bertanam Pohon Berbasis Tumbuhan Lokal dan Nilai Tambah

Bertanam Pohon Berbasis Tumbuhan Lokal dan Nilai Tambah

Amat banyak tumbuhan lokal yang bisa ditanam, dipelihara serta membawa manfaat yang lebih besar. Antara lain Surian, Bayur. Meranti, Sungkai, misalnya ditanam sebagai pengganti pagar ladang. Surian misalnya juga bisa di jadikan pelindung ditanam agak jarang dalam ladang. Bila hujan musim hujan tiba maka surian akan gugur, sebaliknya dimusim kemarau surian berdaun rimbun. Di bekas penarahan surian tak ada semut. Bila ditebang diatas 12 tahun maka takkan akan dimakan bubuk kayunya. Jarak tanam sebagai pengganti pagar cukup 2 meter.

Ada baiknya juga tumbuhan buah-buahan seperti al  mangga, jeruk, pepaya, durian belanda (sirsak), rambutan, durian ditanam sepanjang jalan yang selama ini ditanami pohon dimaksud untuk pelindung. Yang akan menjaga, memanfaatkan masyarakat. Selama orde lama dan orde baru dengan pendekatan proyek bibit pohon didatangkan dari Jawa - diseragamkan sesuai pendanaan dari pemerintah terpusat. Baju pegawai sampai celana dalampun kalau bisa seragam. Adanya otonomi daerah, pemerintahan yang demokratis tentu daerah masing-masing tak ada salahnya menentukan tanaman yang sesuai dan yang tumbuh subur didaerah masing-masing. Tentu saja tidak dengan pendekatan proyek tetapi program seperti yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK dewasa ini.

Sering kita saksikan acara tanam sejuta pohon. Kenyataannya yang ditanam adalah satu atau dua batang saja. Usai upacara seremonial tidak ada kelanjutan.Hanya menghabiskan dana proyek. Kalaupun ada dalam realitasnya proyek tersebut masyarakat seperti berlomba menghancurkan dengan cara menebangi dan tak dimanfaatkan. Coba saja simak kalau ada pemerintah mengadakan tong sampah, marca jalan di tikungan dengan kaca sppion yang lumayan mahal, masyarakat berlomba menghancurkan. Begitu pula bila ada bantuan lepas sapi, ramaia-ramai menjual. Era seperti ini sudah waktunya ditinggalkan.

Pola Tanam

Para peneliti Belanda pada abad ke XVI s/d XVIII datang ke daerah ini mengumpulkan pelbagai tanam untuk diteliti sembari membawa bibit dari negara lain untuk ditumbuh-kembangkan sesuai kebutuhan penjajah. Biasanya (demplot) percontohan lokasinya dekat tempat tinggal peneliti. Tentu bayak tanaman yang ada disana. Oleh bangsa kita tanpa tanya lalu dikembangkan di tanah mereka segala macam tanaman dalam sebuah ladang hingga kini. Dalam sebuah ladang segala ada terutama untuk cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari petani maka mereka disebut petani. Kini zaman telah berubah, petani mesti ditingkatkan menjadi pengusaha tani. Pengusaha tani akan menjual lebih dulu baru mengusahakan apa kebutuhan pembeli.

Gotong Royong

Hilangnya gotongroyong, kongsi, bekerjasama berawal dari mulai hilangnya semangat untuk ber-cooperation dimaksud Bung Hatta dengan koperasi atau berjema'ah. Pemerintahan yang sentralistik berimplikasi masyarakat tidak merasa memiliki atas proyek. Sampai-sampai riol. bandar, drainase di halamannnya dirusak. Sudah waktunya yang semacam itu kita ikut menjaga kalau tak bisa membuat menjadi lebih baik. Mari kita tinggalkan perilaku merusak, padahal yang kita rusak kita membutuhkannya. Dari pemerintahan Jokowi-JK hanya satu yang kita minta yaitu rasa malu. Bagi saya apabila dalam diri kita sudah muncul rasa malu 'tau jo diri ' itu sudah cukup untuk modal membangun karakter bangsa ini.Semoga bermanfaat !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar